Selasa, 26 Februari 2013

POLITIK

PEMILU 2014, PERTARUNGAN MURID SATU GURU Membangun kecerdasan politik dapat dilakukan melalu berbagai pendekatan. Melalui kompetensi pengelolaan keanekaragaman hayati, melalui perumusan masalah dalam metodologi ilmiah, bahkan melalui matematika dan pelajaran lainnya. Evaluasi dan koreksi yang jujur dan kontekstual dapat membuka pintu kecerdasan politik siswa. Namun dinamika di panggung politik yg memerlukan buffer sering menggodaku ingin terjun kembali ke kancah politik yg sudah digeluti sejak mahasiswa. Mudah mudahan banyak sahabat yang jauh lebih berkompeten tampil ke gelanggang untuk menunjukan bahwa berpolitik tidak harus korup, berpolik tidak harus berbohong dan munafik. Pendek kata, kita dapat berpolitik bahkan harus dengan tetap menjaga akidah dan akhlaku karimah. Berpolitik harus menjalankan perilaku korup adalah jatgon politikus penganut partai syaitan, bukan partai Allah (Khizbullah). Tokoh tokoh Masyumi, spt Buya Muhammad Natsir, M Rum, Pak Kasman dkk, layak dijadikan teladan. Mengaku politisi Islam Indonesia, tetapi menutup mata thdp tladan para Founding Fathers dari tokoh tokoh Islam sebenarnya telah tercerabut dari akar perjuangan Islam Indonesia dengan nasionalismenya yg telah tumbuh jauh sebelum kemerdekaan. Apa yang dipertontonkan oleh para politisi muslim terutama yang mengklaim partai Islam, sungguh sangat jauh dari teladan para fonding fathers tokoh tokoh Islam Terpisahnya perkataan dan perbuatan pemimpin dan politisi muslim telah menjadi hijab pada nilai-nilai Islam yg Indah, Mulia dan rahmatalil alamin. Tantangan berat membangun kembali nilai nilai mulia yang telah dibangun oleh para founding fathers muslim di negeri ini. Oknum oknum yg tidak meneladani para pendahulu kita, kita lupa menjadi kader kader pimpinan umat. Kaderisasi tentu tidak sekedar memberikan jargon-jargon politik,ceramah-cramah tetapi juga "Stratak" strategy dan tajtik yang teraplikasi langsung sehingga "tidak mudah terjebak" adalah sangat perlu. Demnikian juga pemahaman dinamika politik dan kepemimpinan Indonesia (teladan Para Faunding fathers Muslim), apa yang diambil oleh mereka yang bergerak sekatang teladan yang sangat jauh gapnya, Kita lupa, bahawa teladan para salaf telah diterapkan dan diakulturasi oleh para pendahulu, dalam ke hasan Indonesia. Mereka bangga dengan referensi-referensi yang umat tiodak paham. Padahal referensi-referensi itu telah "diterjemahkan dan diejawantahkan" oleh para pemimpin Islam terdahulu dalam konteks ke Indonesiaan. KIta sering berlagak sok tahu, karena baru pulang dari Timur Tengah, padahal yang namanya KH Ahmad DSahlan, H. Hasyim Asyari, sudah belajar referensi-referensi itu dan menyesuaikannya dengan Indonesia. Bahkan menggunakan bahasa dan budaya setekmjpat sehingga fdciterima dengan bersahabat, bukan seperti "makhluk asing" yang mengundang kecurigaan. Pemilu 2014 akan diwarnai oleh politisi politisi satu guru : Regim Otoriter Orde Baru baik mereka yang dari jalur A(ABRI), B(Birokrta) dan C(konglemerat, tepatnya Capitalis). Disamping pemilu 2014 merupakan pertarungan satu guru rezim otoriter ordebaru, juga menyeruak keprihatinan terpuruknya kubu Islam nasionalis krn amanah yg diingkari oknum oknum pragmatis. Ini sangat ironis mengingat mayoritas penduduk indonesia adalah muslim. Dapat diprediksika terhadap produk produk parlemen terkait dengan nilai 2 islam nantinya. Sebuah tantangan yg harus dijawab kaum muslimin Indonesia tentunya. Dari jalur A, ABRI, akan muncul kompetitor Prabowo, mantan menantu dari penasehat ekonominya, Soemitro, Mungkin Soedtiyoso, San Wiranto yang kemungkinan bergandengan denga Hary Tanudjaya yang posternya sudah terpampang dimana-mana, bahkan baru saja mendeklarasikan mesin politiknya dalam bentuk ormas, Perindo (Persatuan Indonesia) setelah hengkang dari Nasdem. Sebelum pembacaan manivesto Perindo oleh Ahmad Rofik, ada lagu dg syair yg layak direnungkan "Mau Dibawa Kemana ? Jika dilanjutkan menjadi Mau dibawa kemana Perindo ? Sepertinya tidak sulit menjawabnya : Hanura ! Kelihatannya Perindo akan dijadikan mesin pemanen suara Hanura terutama pemilih muda. Walaupun Hary mengatakan Perindo bukan sayap politik Hanura, tetapi siap bekerja sama dengan Hanura tidak bisa tidak dapat diartikan sebagai siap ,menjadi mesin politik untuk memanenj suara. Bagi Hary Tanujaya, mungkin berlaku "Menabur Ormas, Memanen dukungan Politik. Pada Jalur C, konglemerat (baca kapitalis - pen) muncul calon dari Golkar, partai tulang punggung Orde Baru yakni Aburizal Bakrie yang disorot terkait masalah Lumpur Lapindo, juga Surya Paloh yang menggunakan kendatraan Nasdem, nasional demokrat. Boleh jadi dari jalur ini njuag akan muncul JK. Dari Jalur B, Birokrat, mungkin Sri Mulyani, tetapi rupanya sudah reda blow up pencalonannya mednjadi RI 1. Lantas, Siapa penyambung suara kaum santri di Senayan kelak ? Kejayaan kaum Santri untuk menjaga nilai nilai Ketuhan Yang Maha Esa dalam makna Tauhid tidak mau tidak harus dilakukan oleh kaum bertauhid (santri) sendiri.Jika Perindo menamakan dirinya sbg Rumah kaum Merdeka (Liberal ?) adakah Rumah Kaum Beragama ? Atau Rumah Umat Tuhan ? Rumah kaum Beragama, kekuatan parlementer umat beragama sangat diperlukan di tengah tantangan dan upaya kaum liberal memproduk undang undang yang melanggar aturan tuhan yg universal seperti perjudian, prostitusi, pernikahan sejenis dll. Dowes Deker mengakui, tanpa Islam tidak ada nasionalisme Indonesia. Tetapi ironisnya, sejak sebelum kemerdekaan, piagam jakarta, konstituante, orla, orba dan saat ini, dr umat islam 99% dan kini tinggal 83 % kelompok Islan selalu didzalimi. Era konstituante dimana perdebatan dasar negara dibuka lebar lebar sehingga semua kelompok menyampaikan aspirasi sesuai tuntunan agama atau ideologinya, kelompok islam didzalimi dg cap yg sangat membunuh karakter, demikian jg kasus Masyumi, P4, Azaz Tunggal dan saat ini. Kelompok Islam terus didzalimi dg cap cap yg sangat merugikan. Bgm kalau pada ahirnya umat Islam tinggal 50% ? Wallahu a'lam. Hati nurani kita yg bersih akan dapat menangkap firosat yg benar apa yang akan terjadi. Peperangan abadi ta'muruuna bil ma'ruf wa tanhauna 'anil munkar selalu berhadapan dengan ta'muruuna bil munkar wa tanhauna 'anil ma'ruruf, atau da'wah ilaa sabilillah senantiasa berhadapan dengan da'wah ilaa sabilithoghut dalam berbagai manifestasinya termasuk terkait nilai dan pemikiran (ghoswul fikr) dan ini tidak mungkin tidak kaum muslimin harus mimiliki "pasukannya" di lini mana saja termasuk di parlemen untuk mengawal produk 2 nya agar tidak bertentangan dg iman tauhid. Hal ini tidak cukup dengan "jihad hati" tetapi harus diartikulasikan dalam tindakan riil. Memang berat melakukan hal ini di tengah muka penuh bopeng akhibat ulah oknum pemimpin dan politisi muslim yg lain ucapan dan tindakan. Tetapi kita harus melakukannya agar tercipta Indonesia yg baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur. Evalusia dan koreksi total atas outcome yang mudah terkooptasi pragmatisme dilakukan Dengan mengubah Nilai dasar Perjuangan Insan Cita menjadi Khittoh Ulul Albab. Saya yakin komitmen Ke Islaman dan Keindonesiaan HMI MPO termasuk alumninya sangat berbeda dengan AU, AT, AG dll. Sayangnya, ORBA dengan screeningnya telah menyingkirkan kader kader bangsa potensial itu, inilah kerugian yang dilakukan ORBA sehingga Kita kekurangan pemimpin yang Ulul Albab. Disisi lain selama kami tidak punya "Rumah kaum Penyelamat" dan sekedar menjadi "Power Supply" bagi kepemimpinan lembaga lain, maka "outcome" HMI MPO harus mau "dibubut", "digerenda", "diamplas", "diketok" dan "dicat" sesuai Lembaga User nya. Disitulah menjadi problem. HMI MPO harus menjadi "industri terpadu" dari hulu sampai hilir (Partai Politik) sendiri agar terjaga ioriginalitasnya. SEMOGA KITA DIBERIKAN KEKUATAN DAN PERTOLONGAN UNTUK MELAKUKAN YANG TERBAIK.